Kamis, 21 Februari 2013

MENCARI SKENARIO PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING YANG BERKELANJUTAN DI PROPINSI NTB


Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat yang sebagian besar beriklim kering semiringkai tropika (tropical semi arid) memiliki curah hujan kurang dari 1200 mm/tahun dengan bulan basah (> 200 mm/bln) berkisar dua sampai empat bulan (Oldeman dkk., 1977). Karakteristik iklim yang sangat beragam dari tipe iklim C3, D3, D4, E3 dan E4 (Oldeman dkk., 1977) serta variasi geologi yang menghasilkan keragaman tanah (ada 6 ordo dan sekitar 17 great-group menurut Soil Suvey Staff (1992) yang ada di Propinsi NTB menjadi tempat yang sangat representatif untuk pengkajian budidaya pertanian lahan kering semiringkai di Indonesia.
Mengembangkan sitem pertanian yang berkelanjutan adalah suatu keharusan yang perlu dilakukan jika kita ingin terus dapat melakukan pembangunan di berbagai bidang. Kita telah menyaksikan bahwa pertambahan penduduk dunia yang meningkat begitu pesat yang menyebabkan eksploitasi sumberdaya alam (SDA) yang berlebihan serta kerusakan lingkungan yang sangat cepat. Kemampuan kita dalam mengatasi kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan akan sangat tergantung pada kesuksesan pertanian dalam menjamin sistim ketahanan pangan. Keberadaan pertanian lahan kering untuk propinsi NTB dan Indonesia mempunyai posisi yang sangat penting dalam penyediaan pangan dan berbagai bahan baku industri lainya.
Jika kita ingin mengembangkan sistim pertanian lahan kering yang berkelanjutan hendaknya kita mampu belajar dari pengalaman masa lalu dan mencermati cara kita melakukan kegiatan pertanian yang belum sepenuhnya berkelanjutan. Kehawatiran dalam mengelola sumberdaya lahan yang kita miliki yang terus mengalami kerusakan yang sangat cepat telah menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah dan masyarakat Propinsi NTB. Kondisi kerusakan lahan yang menghasilkan lahan kritis di NTB dilaporkan telah mencapai aras (level) yang sangat menghawatirkan (Suwardji dan Priyono, 2004). Diperkirakan luas lahan kritis di NTB setiap tahun meningkat sekitar 50.000 hektar akhir-akhir ini. Kerusakan ini banyak terjadi di lahan kering yang karena sifat hakikinya yang sangat rapuh (fragile) terhadap kerusakan. Sedangkan kemampuan pemerintah untuk melakukan rehabilitasi lahan hanya berkisar antara 5.000 sampai 10.000 hektar (Dinas Kehutanan NTB, 2003). 
Kerusakan lahan yang ada di Propinsi NTB banyak terjadi pada lahan kering dan kondisinya sangat menghawatirkan serta perlu  upaya yang sungguh-sungguh untuk mengatasinya (Suwardji dan Tejowulan, 2003). Memperhatikan kerusakan lingkungan yang terjadi secara global dan kondisi yang ada di NTB, ada dua faktor penting yang bertanggung jawab terhadap berbagai masalah kerusakan lingkungan tersebut yaitu (1) pengembangan industri yang sangat pesat dan (2) kemiskinan. Beberapa ahli berpendapat bahwa program penyelamatan lingkungan tidak akan pernah tercapai jika kita tidak mampu mengatasi masalah kemiskinan. Dan ini hanya bisa dicapai dengan program-program pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan dan dilakukan untuk masyarakat miskin (Suwardji, 2004b).
Mencari skenario pengembangan pertanian lahan kering yang berkelanjutan merupakan upaya yang sangat penting untuk Propinsi NTB, karena sebagian besar kemiskinan yang ada di daerah ini ada di lahan kering. Di samping itu lahan kering adalah tumpuan harapan hidup sebagaian besar masyarakat petani miskin di propinsi NTB serta merupakan wilayah penyangga (green belt) untuk mempertahankan kualitas lingkungan.
Makalah ringkas yang disampaikan dalam seminar ini membahas upaya untuk mencari skenario pengembangan pertanian lahan kering yang berkesinambungan di Propinsi NTB berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Lahan Kering dan Rehabilitasi Lahan Fakultas Pertanian Universitas Mataram dan berbagai kajian yang dilakukan di berbagai tempat di  Indonesia maupun di luar Indonesia.